Pages

Rabu, 18 Desember 2013

TUGAS KEWARGANEGARAAN

MAKALAH
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INONESIA
MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN






DISUSUN OLEH:
    Nama   : Ermawati
    NIM     : 121051111


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA

2013 / 2014

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah "KEWARGANEGARAAN". Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan di program studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri pada IST AKPRIND Yogyakarta Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca.




Yogyakarta, 1 Oktober 2013

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara.
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerintahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi terutama terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.
Beragam lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi, dan sinkronisasi telah dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta pemberantasan korupsi. Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi meski sudah pada tahun keenam perayaan hari antikorupsi ternyata masih jalan ditempat dan berkutat pada tingkat “kuantitas”. Keberadaan lembaga-lembaga yang mengurus korupsi belum memiliki dampak yang menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.
Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga merupakan masalah besar, karena boleh dikatakan semuanya sudah terjangkit penyakit birokrasi. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini saya akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan korupsi?
2.      Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan jenis – jenis korupsi
3.      Apa saja dampak yang diakibatkan dengan adanya korupsi di Indonesia?
4.      Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia?
5.      Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
6.      Peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
7.      Peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
8.      Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia.
9.      Kendala / hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia?
10.  Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dari korupsi.
2.      Mengetahui gambaran umum tentang korupsi dan jenis – jenis korupsi.
3.      Mengetahui dampak yang diakibatkan dengan adanya korupsi di Indonesia
4.      Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
5.      Mengetahui kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
6.      Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantasan korupsi.
7.      Mengetahui peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi.
8.      Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
9.      Mengetahui kendala / hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
10.  Mengetahui upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia.
11.  Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian korupsi
Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.

2.2  Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi 
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib” yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1.                  Kerugian keuntungan Negara
2.                  Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3.                  Penggelapan dalam jabatan
4.                  Pemerasan
5.                  Perbuatan curang
6.                  Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.                  Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

2.3  Dampak Adanya Korupsi Di Indonesia
Dampak korupsi itu sangatlah besar dan sangat merugikan banyak orang. Dampak dari korupsi langsung dirasakan oleh pembangunan bangsa. Dampak korupsi di dunia politik akan mempersulit berkembangnya demokrasi dan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dampak korupsi pada sektor hukum akan menghambat ketertiban dan penegakan hukum. Akibat korupsi, pembangunan ekonomi negara jadi semakin sulit dan berantakan. Korupsi juga membuat kesenjangan sosial ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Selain itu masih banyak lagi dampak korupsi bagi negara yang sangat merugikan Indonesia.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Pada sebuah kesempatan, para pakar ekonomi dunia berpendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan bangsa Asia tidak dapat maju adalah karena budaya korupsi yang sudah mendarah daging di kalangan pejabat dan petinggi negara. Hal ini mengakibatkan para investor yang telah menanam sahamnya di negara korup tersebut beramai-ramai pergi dan mencabut semua investasinya. Menurut survei, ada 13 negara yang terkorup yaitu Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda dan Ukraina.
2.4 Fenomena Korupsi Di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
1.        Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
2.        Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3.        Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4.        Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
1.        Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2.        Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
3.        Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4.        Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
5.        Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
6.        Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi bisnis.
7.        Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jabatan dan hirarki politik kekuasaan.

2.5  Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden SBY telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung dan Kapolri:
1.        Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan / Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara.
2.        Mencegah & memberikan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum) / anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
3.        Meningkatkan kerjasama antara kejaksaan dengan kepolisian Negara RI, selain dengan BPKP, PPATK, dan intitusi Negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan rencana aksi nasional pemberantasan korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
1.        Mendesain ulang layanan publik .
2.        Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yang berhubungan ekonomi dan sumber daya manusia.
3.        Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.

2.6  Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi:
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1.        Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2.        Mendorong pemerintah melakukan reformasi publik sektor dengan mewujudkan good governance.
3.        Membangun kepercayaan masyarakat.
4.        Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5.        Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

2.7   Peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di indonesia:
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah sebagai berikut :
1.    Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi
2.    Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3.    Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
4.    Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari
5.    Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
6.    Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

2.8  Upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi:
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1.      Upaya Pencegahan (Preventif)
a.       Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b.      Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c.       Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi.
d.      Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e.       Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f.       Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g.      Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h.      Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2.      Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a.       Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b.      Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c.       Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d.      Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e.       Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f.       Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g.      Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h.      Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i.        Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j.        Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3.      Upaya Edukasi Masyarakat / Mahasiswa:
a.  Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b.      Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c.       Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat / nasional.
d.      Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e.       Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas

4.      Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a.       Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yang bebas korupsi.
b.      Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba, sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

2.9  Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah:
a.    Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
b.    Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
c.    Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
d.   Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
e.    Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
f.     Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
g.    Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.

2.9  Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1.    Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2.    Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3.    Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
4.    Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5.    Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
6.    Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
7.    Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.

3.2  Saran
a.         Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
b.        Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH.   Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)
Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK
(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html ) Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Drs.Joko Budi santoso. Pendidikan kewarganegaraan untuk SMK Kelas X

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About